(Part III)
Suatu hari,
seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang
duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga
ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping dan kumal.
Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya.
Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. "Hus” katanya, 'Jangan bangunkan
sahabatku." Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun
duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi.
Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah
Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan
orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan
diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam
kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga
lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas
itu.
Berbagai macam
binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak
akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun
percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang musafir itu mendengarkan Majnun
melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang
diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan
petjalanannya.
Ketika tiba di
desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku,
ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta
keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan bahagia bahwa Majnun masih
hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya. Ketika melihat
reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam
oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam
keadaan mengenaskan seperti ini. "Ya Tuhanku, aku mohon agar Engkau menyelamatkan
anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami," jerit sang ayah menyayat hati.
Majnun mendengar
doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh
dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, "Wahai ayah, ampunilah aku atas
segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau
pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah.
Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta." Ayah dan anak
pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka. Keluarga
Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi
putrinya.
Mereka yakin
bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua
Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya,
tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta
yang membakar dalam kalbunya. Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam,
ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas
kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun
menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin.
Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam potongan-potongan kertas kecil itu
membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa
menjalin hubungan.
Karena Majnun
sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun,
mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat
lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair
indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa
iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya.
Akan tetapi,
setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan kasih sayangnya kepada semua
makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani
bernama 'Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah.
Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia
ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Bersambung…
0 comments:
Posting Komentar