Tampilkan postingan dengan label PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PEMBELAJARAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 November 2012

Ojektifitas Imajinatif....? (tentang teater yang merdeka)

Oleh: Mohammad Arfani


Sebelumnya, alasan saya memberikan pada  judul artikel ini sebagai ‘Objektifitas Imajinatif...?’ dalam tanda tanya, karena banyak sekali (karena sering saya temui) mempermasalahkan apresiasi yang bolehlah dikatakan mana yang lebih baik dalam menilai suatu pertunjukan teater. Hingga ‘tukang’ teater perlu untuk menafsirkan bentuk pertunjukan yang sebenarnya. Tanpa harus memaksa, mari kita kembali pada bangunan teater tersebut pada bentuk semula.

Konsep awal dalam suatu pertunjukan teater adalah perwujutan segala bentuk aksi manusia dan ekspresinya kepanggung, dalam bentuk apapun serta dari sudut pandang manapun. Segala bentuk tematik tentang manusia itu sendiri sangat banyak macam ragamnya, setiap manusia antar individu, kelompok, menjadi suatu masyarakat mempunyai tujuan dan masalahnya. Dari satu bentuk sudut pandang yang dilihat oleh seniman teater yang kemudian diwujudkan menjadi pementasan.

 Realita yang ada membangun ide kreatifitas dalam bentuk apapun. Perlu dingat kembali, Realitas teater adalah realitas ambang.  Ambang adalah suatu tempat atau benda yang memberi peluang kepada kita untuk melihat arah dari sudut manapun.

Manusia sebagai objek merupakan sumber tematik dari berbagai sisi kehidupan, karena manusia itu sendiri melakukan aktivitas dan tujuan atas dasar keinginannya dan segala hal yang menjadi tragedi manusia itu sendiri, yang kemudian seniman teater mendeskripsikan dalan bentuk teks drama hingga membuatnya dalam bangunan berupa pentas panggung. Adalah manusia itu sendiri yang menjadi bentuk kenyataan dalam mengembangkan tema sesungguhnya hingga menjadi kreatifitas yang sesungguhnya dalam berbagai bentuk masalah kenusiaan, menjadikan kotak yang bernama teater ini berkembang seiring maju pesatnya kemanusiaan itu sendiri dengan menonjolkan nilai kemanusiaan melalui setiap perjalanan adengan mengarahkan kita kepada berbagai bentuk permasalahan dan nilai-nilai kemanusiaan atas segala bentuk naratif dan apapun bentuk inspirasi didalamnya.

Sebagai contoh saat menonton salah satu karya Samuel Beckett Malam dan Mimpinya, kita disuguhkan hanya suara-suara, penataan efek lighting dan durasi yang hanya sekilas. Atau karya William Shakespare Romeo and Juliet yang berhamburan kalimat-kalimat puitis. Dua  contoh karya tersebut menunjukkan kutub teater yang berbeda tetapi masing-masing menimbulkan efek apresiasi yang dinamis dari banyak sudut pandang.

Hal yang paling penting dalam sebuah karya teater adalah kepekaan terhadap berbagai kejadian yang ada. Alam dan manusia sebagai sumber infiltrasi atas suatu objek teater. Seorang teaterawan sebagai kreator merenungkan dan berfikir atas sumber ide yang ada, kemudian mewujudkannya ke pentas. 

Gagasan bentuk pementasan teater adalah hasil dari dunia imajiner teaterawan yang berawal dari deskripsi humanitas. Sehingga pada pemahaman lain terhadap teater sebagai komunikasi atas realitas dan imajinernya menjadi medium dalam menyampaikan pesan yang berupa nilai. Karena penyajian pementasan tanpa nilai bukanlah teater.

Tidaklah penting memandang suatu pentas teater   berdasarkan bentuk isme yang ada. Karena teater adalah kemerdekaan kreator dan apresiator dalam berekspresi dan menilai.  Yang perlu digaris bawahi adalah nilai kualitas karya teater dilihat dari kejujuran teaterawan itu sendiri dan interpretasi apresiator (penonton) dari berbagai ruang dan banyak ‘pintu’ intelektual terhadap karya teater yang telah disaksikan secara utuh.

Palembang, 24 juli 2012

Read more »